Strategi Bisnis "Gila" (Dont Try This Strategy)


STRATEGI BISNIS "GILA"

Suatu hari dosen saya di Program MM di salah satu universitas swasta di jogja pernah memberikan kasus dan fast quiz, "Apa yang anda lakukan sebagai manager sebuah bioskop, saat bioskop anda mulai usang dan sepi penonton?" sebagian teman saya di kelas itu menjawab dengan berbagai macam strategi mereka mulai dari renovasi, mencari investor baru, dan banyak hal lainnya.

Tiba giliran saya menjawab, saya hanya menjawab dengan lantang satu kalimat " Saya bakar bioskopnya!!", tiba tiba seisi kelas melihat ke saya dan menganggap saya bercanda. Dosen saya pun langsung melewati saya dan tidak melanjutkan untuk bertanya pada saya.
Kemudian saya berfikir bahwa jawaban saya dianggap aneh dan bertentangan dengan konsep manajemen, tapi saya yakin pendapat atau jawaban saya benar dan dapat / pernah dipraktekkan. tapi sebenarnya jawaban saya tidak serta merta "ngasal" atau "ngawur" karena hal itu pernah dilakukan oleh beberapa pengusaha baik di indonesia atau diluar negeri. Walaupun secara hukum sulit di buktikan, strategi membakar unit usaha atau menghancurkan unit bisnis itu dapat dilakukan. tentunya untuk unit bisnis yang sudah down / colaps tentunya.
Menghancurkan perusahaan sebenarnya banyak alasannya, selain mengejar uang hasil asuransi, juga dilakukan untuk lari dari pajak, atau berbagai kewajiban perusahaan. Sering kita mendengar kebakaran pasar di indonesia identik dengan "Dibakar" agar pasar tersebut bisa di renovasi yang tentu menguntungkan sebagian pihak, juga pernah kita dengar sebuah perusahaan di setting sedemikian rupa agar bangkrut dan lepas dari kewajiban perpajakan atau hutang.
Strategi "Gila" dalam berbisnis  terkadang memang cukup ekstrim dan bisa berhasil ataupun bisa gagal, meminjam istilah keuangan " High Risk High Return" mungkin dapat mencerminkan bagaimana sebuah stratgei bisnis "Gila" dapat diaplikasikan.
Strategi Bisnis "Gila" tidak melulu harus dalam hal negatif seperti cerita saya diatas, bisa juga melahirkan inovasi inovasi yang menghasilkan sebuah produk yang kompetitif dan berhasil di pasar. Aqua contohnya, kalau pendiri Aqua tidak cukup gila untuk memasukan air putih kedalam wadah kemasan mungkin produk itu tidak ada sekarang. begitu juga dengan Pocari Sweat minuman berasa "aneh" yang sukses dipasaran.
Untuk menciptakan sebuah produk gila, harus melalui pikiran orang yang cukup gila dalam ber inovasi, juga dibutuhkan kemauan dan keberanian. Kemauan adalah mau untuk maju, Keberanian adalah Berani untuk gagal.
Secara pribadi saya pernah mencoba hal gila menjual Pancake dan Waffle jalanan. Dan hasil yang saya peroleh "Gagal" iya usaha saya bangkrut dan saya tutup. setelah saya mengamati apa penyebab kegagalan saya ternyata Waffle dan Pancake bukan budaya orang indonesia untuk dimakan di pinggir jalan, melainkan harus di Restoran yang bersih, nyaman supaya tetap menjaga unsur Westernnya. beberapa tahun kemudian muncul sebuah Restoran Waffle dan Pancake di sebuah Mall di Jogja dan menurut pribadi saya cukup sukses karena dia menawarkan konsep western di mall yang tidak saya hadirkan sebelumnya.
Memiliki ide gila terkadang harus anda coba dan praktekan, walaupun endingnya tidak selalu berhasil, at least anda sudah dapat ilmunya.....


Analisa Strategi Kebangkitan Bisnis MLM di Indonesia Tupperware, Oriflame dan Sophie Martin (Part 1)

Nama oriflame, Tupperware, Sophie martin sebenarnya sudah cukup lama ada di indonesia sejak tahun 90-an, namun karena keterbatasan pasar, dan banyaknya aksi penipuan berkedok MLM bisnis ini semakin di tinggalkan orang. 
Namun semuanya berubah sejak munculnya era komunikatif marketing, ditandai dengan munculnya Facebook, Twitter dan berbagai sosial media membuat bisnis MLM ini kembali menggeliat. di tahun 2001 - 2006 mungkin ada nama MLM yang sangat tenar memasarkan produk kesehatan ya Tiens atau orang biasa mengenalnya dengan nama Tiansi, saat itu MLM ini luar biasa berkembangnya, ribuan orang mau, rela, untuk ikut MLM yang menawarkan Mobil hingga Kapal Pesiar untuk para pelaku bisnisnya. Tapi dikarenakan tetap menjual bisnis model pohon yang mengandalkan pencarian anggota baru dibandingkan menjual produknya (memang mahal) bisnis ini mulai ditinggalkan. 

Tupperware adalah nama merek terkenal dari peralatan rumah tangga yang terbuat dari plastik, termasuk didalamnya, wadah penyimpanan, wadah penyajian dan beberapa peralatan dapur yang diperkenalkan untuk khalayak umum pada tahun 1946.
Mereka merancang, membuat dan menyebarkan produk-produknya ke seluruh dunia melalui perusahaan induknya Tupperware Brands Corporationdan dipasarkan dengan metode penjualan langsung yang sering dikenal dengan julukan independent sales force atau sales force yang saat ini tidak kurang ada 1.9 juta orang tersebar di seluruh dunia.[1] Tupperware sendiri merupakan anak perusahaan yang dimiliki oleh Tupperware Brands Corporation.
Tupperware pertama kali dibuat pada tahun 1946 oleh Earl Tupper (1907 – 1983) di Amerika. Ia membuat suatu wadah plastik yang dipergunakan di rumah tangga untuk menyimpan makanan dan membuatnya kedap udara. Salah paten penting dari produk ini adalah seal penyekatnya yang dikenal dengan sebutan "burping seal", yang merupakan ciri khusus terkenal dari produk-produk Tupperware, yang membuatnya sangat berbeda dengan produk-produk sejenis.
Tupperware mengawali strategi penjualan langsung dengan apa yang disebutnya sebagai Tupperware partyBrownie Wise (1913 – 1992) adalah orang mengenalkan strategi ini, dimana sebelumnya ia adalah seorang agen penjualan dari Stanley Home Products. Di awal-awal tahun 1950an, penjualan meledak dan membuatnya dikenal oleh banyak orang. Hal ini terutama dikarenakan pengaruh dari Brownie Wise pada para wanita yang menjajakan Tupperware dengan memakai metode party tadi. Tupperware juga semakin dikenal pada masa-masa Perang Dunia II, dimana para wanita dianjurkan untuk lebih memiliki waktu untuk keluarganya, dan dengan menjadi agen Tupperware menjadikan mereka memiliki penghasilan sendiri dari rumah. Selain itu ada tradisi yang dikenal dengan sebutan Assembly yang diadakan di setiap distributor Tupperware yang diadakan secara rutin. Tradisi ini diperkenalkan dan dilanggengkan hingga kini sebagai sarana untuk memberikan penghargaan kepada para penjual, perekrut terbaik baik untuk individu maupun secara team dan organisasi.

Tupperware menyebar ke daratan Eropa sejak kurun waktu 1960 ketika Mila Pond mengadakan sebuah Tupperware party di WeybridgeInggris, serta beberapa kota lainnya. Namun pada tahun 2003, Tupperware menutup operasinya di Inggris Raya, dikarenakan kekecewaaan para penggunanya atas metode penjualan langsungnya, dan baru dibuka kembali pada tahun 2005 setelah ada restrukrisasi.[2]
Rexall membeli saham Tupperware pada tahun 1958. Rexall menjual toko obat-obatan dengan namanya pada tahun 1977, dan kemudian dinamakan menjadi Dart Industries. Dart merger dengan Kraftco dan akhirnya membentu perusahaan dengan nama Dart & Kraft. Tapi kemudian perusahaan itu pecah lagi, dimana aset-aset Dart sebelumnya dinamakan menjadi Premark International. Tupperware Brands kemudian dipecah dari Premark pada tahun 1996; dimana kemudian Premark diakuisisi oleh Illinois Tool Works tiga tahun kemudian.
Kebangkitan Tupperware dengan tawaran lifetime guarantee, diiringi dengan design produk yang cantik, pemetaan pangsa pasar yang tepat (Wanita, ibu ibu) membuat Tupperware booming di indonesia. 
Siapa orang yang tak memiliki sebuah botol minum berwarna warni dengan ukuran besar  itulah Eco Boottle-nya Tupperware. 
Penekanan terhadap penjualan produk membuat Tupperware Unggul, dia menawarkan bisnis MLM yang Real dan mudah dijual tanpa harus menekankan merekrut Downline dan Anggota baru. 

Walau tetap dengan metode klasik ala MLM direct selling menggunakan Katalog, bisnis ini terus melaju bahkan sekarang di setiap kota memiliki lebih dari 1 gerai (stokist) bahkan produk tupperware sekarang ditawarkan melalui Direct Selling dimana orang berani membeli produknya untuk di stock dan di jual kembali.

Menurut saya strategi pemasaran mouth to mouth marketing yang dikembangkan sukses besar dan membuat Tupperware sukses mengembangkan bisnisnya di Indonesia. Bahkan beberapa teman dari penulis ada yang berani membeli barang yang versi Malaysia dan Singapore untuk mendapatkan barang yang unique dan sulit ditemukan di indonesia. yah terdengar gila, tapi di era sosial media seperti sekarang tidak ada yang tidak mungkin dilakukan.
Menjual sebuah produk dengan harga yang mahal mudah dilakukan jika strategi pemasaran dan Unique dimiliki oleh produk tersebut, jika Tupperware dapat terus berinovasi baik secara produk dan pemasaran menurut saya bisnis ini masih akan maju sampai 5 - 10 Tahun kedepan, tapi jika Tupperware gagal berinovasi dalam 3 tahun bisnis ini pasti hilang dengan sendirinya.