"Blog Tentang Manajemen Startegik, Manajemen Pemasaran, Manajemen Keuangan, Human Resources Manajemen, Environment Manajemen, Bussiness Consulting"
WRP in Social Media MARKETING
Di jejaring media sosial, baik Facebook maupun Twitter, salah satu merek yang kerap menjadi trending topic adalah WRP. Sure you can do, and healthy diet. Kaum Hawa, mulai ibu-ibu sampai remaja kencur, tak habis-habisnya membicarakan produk makanan diet khusus ini. Tengok saja jumlah pengikut (follower) WRP di Twitter (WRPdiet) yang mencapai sekitar 50 ribu orang. WRPdiet tak pernah berhenti membalas tweet para follower-nya. Sebanyak 5 ribu orang telah menjadi teman WRP di Facebook.
“Kak WRP Diet, hari ini aku makan sate, waduh gagal deh dietku, tapi besok janji deh diet lagi,” sang follower me-retweet. “Dinner steak? Yuk gantikan french fries dengan baked potato/sayuran/salad. French fries porsi kecil 271 kalori, sedangkan baked potato 16,” “Ladies, yuk sarapan. Melewatkan sarapan tidak hanya mendorong makan berlebih di siang hari tapi juga bisa mengganggu siklus menstruasimu,” kata WRPdiet melalui statusnya.
Siapa yang tak ingin tampil cantik, langsing pula? Yeah, itulah dambaan tiap perempuan. Kebutuhan inilah yang ditangkap WRP di setiap kampanye iklannya. Lihat saja iklan paling anyar yang lagi gencar menghiasi layar kaca: WRP Diet to Go. Dengan jingle WRP, Live the Dream, beberapa perempuan muda – dengan wajah cantik dan postur ideal, tentunya – terlihat menikmati hidupnya yang dinamis dan penuh warna.
Menurut Manajer Merek WRP, Elisa Halim, selama ini WRP memang lebih memilih melakukan aktivitas pemasaran above the line (ATL) lewat media televisi dan media nonperiodik seperti billboard. Tahun ini, tambahnya, WRP tak beriklan di radio dan media cetak. Alasannya, selain memaksimalkan spending, produk WRP dirasa lebih mengena jika ditayangkan melalui media audio visual seperti TV. Sementara billboard agar konsumen semakin aware terhadap merek WRP. Diakuinya, iklan di TV memberikan pengaruh besar, khususnya dalam promosi, reach out customer dan membangun merek.
Era digital dimanfatkan WRP dengan memberikan porsi yang besar bagi branding WRP di jejaring media sosial. Tengok saja halaman Twitter WRP. Tak henti-hentinya para follower me-retweet status WRP. Twitter digunakan bukan hanya sebagai alat promosi dan memperkenalkan produk, tetapi juga sebagai media sosialisasi yang mampu mendekatkan masyarakat dengan merek. WRP selalu berbagi tip dan informasi seputar diet dan kesehatan setiap waktu. Dari situlah, WRP menjaring pengikut yang lama-kelamaan jatuh cinta dan menjadi konsumen tetap WRP.
Demikian pula dengan aktivitas below the line (BTL) dan aktivasi merek. WRP tak banyak melakukan acara khusus untuk menarik perhatian khalayak ramai seperti kumpul komunitas atau sejenisnya. WRP lebih banyak bekerja sama dalam acara diskusi dengan ahli nutrisi, kesehatan dan kecantikan. WRP juga bekerja sama dengan bidang akademis riset ilmiah, misalnya tentang diet dan pola hidup sehat. Tahun lalu, WRP rajin menyelenggarakan WRP Lounge di pusat perbelanjaan. Akhir 2010, WRP menyelenggarakan WRP Challenge yang berlangsung selama 2-3 bulan di Jakarta dan Surabaya, melibatkan wanita yang sukses melakukan transformasi bentuk tubuh dengan mengonsumsi WRP. “Pemenang WRP Challenge diharapkan mampu memberikan pengaruh besar ke komunitas atau lingkungannya untuk merekomendasikan dan mengonsumsi WRP. Bukan itu saja, WRP memilih pemenang sebagai maskot atau semacam duta merek untuk WRP,” papar Elisa.
Berbagai promosi, baik di media konvensional maupun media sosial, membuat produk keluaran PT Nutrifood Indonesia ini unggul dalam survei Word of Mouth Marketing (WOMM) yang dilakukan SWA bekerja sama dengan Octovate Consulting Group. Dalam aspek Talking, WRP mencatat angka 10,1; Promoting (10,4); Selling (11,0); WOM (30,3) ; SN (8,4); WOMM Index (255,6) dan Brand Share 78%. Angka-angka yang diperoleh WRP ini jauh meninggalkan Entrasol yang hanya membukukan Brand Share 18% dan WOMM Index 163,1.
Dengan kampanye iklan yang selalu mengusung tema “Solusi Efektif Diet Sehat”, WRP yang sudah hadir 25 tahun di pasar Indonesia memang layak menjadi primadona. Menurut Elisa, WRP ingin menegaskan bahwa tak perlu habis-habisan berperang melawan berat badan sampai mengonsumsi obat bahkan memilih tidak makan. “Solusi efektif diet sehat, itu yang ingin diusung WRP karena visi kami memang ingin membantu wanita tampil cantik dengan cara sehat,” ungkapnya. Menurutnya, WRP dirancang untuk menurunkan dan mempertahankan berat badan, bentuk tubuh, mempercantik kulit, dan mampu membantu diet bagi ibu menyusui.
Dari segi varian, WRP memperhatikan pula kebutuhan masing-masing konsumen yang berbeda. Untuk program penurunan berat badan, antara lain ada WRP 6 Day, WRP Nutritious Drink, WRP New Mom, WRP Cookies. Untuk program pembentukan badan, ada WRP Body Shape. Untuk menjaga kelangsingan tubuh, ada WRP Stay Slim. Total hingga saat ini sudah ada 10 varian WRP yang ditawarkan. Selain bisa diperoleh di pasar modern, WRP kini mencoba saluran baru dalam distribusi pemasarannya dengan hadir di tempat-tempat kebugaran.
Keberhasilan WRP sebagai produk yang direkomendasikan, menurut Elisa, tak terlepas dari peran pelanggan setia. Ada beberapa pelanggan WRP yang telah berpuluh tahun mengonsumsi WRP dan menjalankan program yang dianjurkan sehingga memiliki postur tubuh ideal. Lalu pelanggan itu menyarankan ke keluarganya, teman arisan, hingga teman kerja untuk mengonsumsi WRP. Bahkan, pelanggan tersebut menjadi “agen” yang menjual WRP ke komunitasnya. Singkatnya, memberikan saran sambil jualan. “Ada lho fenomena itu. Kami juga kaget. Tapi di situlah kami terbantu. Mulut pelanggan benar-benar sangat membantu kami dalam membangun citra,” katanya.
Tak berhenti di situ saja. WRP pun menurunkan Brand Advisor (BA) di gerai WRP di beberapa pusat perbelanjaan. BA adalah suatu bentuk customer care dari WRP untuk reach out ke konsumen. Sebab, produk WRP banyak, sehingga belum tentu semua orang tahu. Kini sudah ada 18 BA yang bisa menjawab dan memberikan informasi seputar produk dan diet sehat. BA hanya bisa ditemui setiap akhir pekan, ketika trafik pengunjung pusat perbelanjaan meningkat.
Belum cukup, baru-baru ini WRP juga mendirikan WRP Diet Center. Kini sudah ada empat gerai WRP Diet Center: Grand Indonesia, Mal Taman Anggrek, Mal Kelapa Gading dan Pacific Place. Di sini, pengunjung atau pelanggan bisa lebih intens mengetahui seluk-beluk pola diet yang benar karena dibantu oleh ahli dan psikolog. Di sini pula dijual produk WRP. Nah, dari channel-channel inilah WRP membangun merek dan mendekatkan diri ke pelanggan setia dan barunya.
Bagi Elisa, baik ATL ataupun BTL sama-sama memberikan kontribusi besar terhadap WOM. Setiap aktivitas memiliki karakter dan fungsinya masing-masing. Kalau lewat ATL, komunikasi hanya satu arah, penonton atau audiens hanya melihat dan mendengar. Namun jika BTL, sifatnya lebih personal dan lebih banyak menyampaikan informasi. ATL saling bersinergi dengan BTL. “Semuanya sama-sama memberikan kontribusi besar. Tapi, kami tak punya data berapa persentasenya,” tukas Elisa.
Untuk meningkatkan jejaring sosial, WRP lebih banyak mendengar keinginan dan keluhan konsumen. Saat ini, konsumen WRP berusia di kisaran 20-40 tahun. Tak mengenal profesi, tak mengenal tua muda. Maka, WRP tak pernah mengklasifikasikan siapa saja pelanggannya. Yang ingin tampil cantik ideal adalah segmen yang dibidik WRP. Ideal menurut WRP adalah dari segi kesehatan.
WRP menyediakan banyak media bagi konsumen buat mendapatkan informasi seputar diet yang benar ala WRP. Bisa membaca melalui situs web ataupun kontak customer care. Dari dua media tersebut, tim WRP memberikan penjelasan detail seputar diet ala WRP. Sayang, Elisa enggan menjawab seputar penjualan WRP di Indonesia. Namun lanjutnya, WRP menjadi primadona di kota-kota besar. “Ke depan, kami ingin mengukuhkan sebagai produk yang mengusung ‘Solusi Efektif Diet Sehat’,” Elisa menandaskan.
Akan tetapi, di mata pengamat manajemen Dr. Budi Soetjipto, kalau hanya mengandalkan solusi efektif untuk diet, semua merek juga mengusung slogan yang hampir sama. Selama ini, tambah dia, kehebatan WRP karena konsep beriklan yang sangat baik dan tepat sasaran, sehingga audiensnya berhasil tersugesti. Untuk jangka panjang, WRP harus bisa menciptakan strategi yang jelas. Mulai dari positioning produk hingga pasar ceruk (niche market) karena banyak produk sejenis yang sama bagus dan kuatnya. Maka, aktivitas BTL WRP mesti digarap lebih detail dan cermat lagi: siapa saja segmennya, berapa usianya, segmen atas atau menengah. Kalau produk kecantikan lebih banyak menyelenggarakan kontes kecantikan, WRP juga harus lebih cerdas membuat aktivitas yang lebih mengena. “Kalau toh bekerja sama dengan klub kebugaran, harus pula dilihat klub kebugaran semacam apa. Segmen menengah atau atas,” ungkap Budi.
Bussines Review : Merajut Kembali Masa Depan Pfizer
Dia ditugaskan melejitkan kembali Pfizer Indonesia setelah sempat mengalami masa sulit di awal 2007. Apa strateginya menuntaskan tugas tersebut?
Apa yang bakal Anda lakukan jika tiba-tiba ditugaskan memimpin sebuah perusahaan besar yang sedang tidak performed? Langkah penting apa yang akan diambil sebagai CEO baru?
Bila belum juga menemukan jawabannya, tampaknya tak salah untuk mengenal kiprah Luthfi Mardiansyah dalam memimpin PT Pfizer Indonesia (PI). Dia juga mengalami masalah serupa ketika pertama kali ditugaskan sebagai CEO di perusahaan farmasi multinasional itu tahun 2007. Namun, kini, setelah berjalan tiga tahun, perusahaan yang ditanganinya itu mampu tampil kinclong dan terus sukses menjadi perusahaan farmasi asing terbesar di Indonesia.
Kisah kepemimpinan Luthfi di PI memang menarik dan kaya akan pembelajaran, khususnya tentang bagaimana membenahi perusahaan yang tengah dirundung demotivasi. Kiprahnya di PI dimulai pada Februari 2007 ketika ditugaskan pulang ke Indonesia setelah enam tahun di Cina. Sebelumnya, di Cina, dia menjadi eksekutif Capsugel China, anak usaha Pfizer Group yang memproduksi berbagai jenis kapsul. Di Negeri Tirai Bambu kinerja Capsugel yang dipimpinnya juga sangat baik sehingga manajemen Pfizer kemudian memanggil pulang ke Indonesia karena ada tantangan besar yang harus dibenahi.
Ketika pertama kali bergabung dengan PI, Luthfi tidak langsung menjabat CEO, tetapi menjadi Direktur Penjualan dulu selama beberapa bulan – CEO masih dijabat ekspatriat. Begitu ditugaskan sebagai CEO, dia pun menganalisis perusahaan dan menyadari bahwa organisasi yang dipimpinnya memang tidak sedang pada kinerja yang baik. “Saya ingat ketika kuartal I/2007, penjualan turun sekitar 30%,” dia mengawali cerita.
Saat itu secara global Pfizer sedang gencar mereorganisasi bisnis. Beberapa bisnis direstrukturisasi dan hal itu juga berimbas pada bisnisnya di Indonesia. Saat itu, sejumlah mitra bisnis Pfizer seperti distributor dan dokter banyak yang bertanya-tanya ada apa dengan PI. Di internal karyawan pun banyak keresahan karena kondisi itu. Di sisi lain, secara organisasi, PI telanjur besar, telanjur gendut, sehingga lamban. Beban untuk berjalan sedemikian tidak ringan. “Saya lihat komunikasi di perusahaan juga nggak jelas sehingga karyawan resah,” kata mantan profesional Grup Indofood ini mengenang.
Dari sisi organisasi, Luthfi melihat seharusnya organisasinya tidak perlu segemuk saat itu. Selain itu, dari sisi produk, banyak pembenahan pemasaran yang juga mesti dilakukan. Contoh kecilnya ialah Viagra, salah satu produk Pfizer yang citra mereknya semakin tak terkendali karena banyak pedagang kecil yang mengiklankan Viagra sebagai obat impotensi — kondisi itu tak sesuai dengan visi Pfizer yang menjadikan obat itu sebagai obat resep solusi hubungan suami-istri. “Seharusnya perusahaan sebagai pemilik brand yang mengendalikan dan mengelola arah pencitraan brand, namun saat itu Viagra telanjur ter-branding tidak sesuai dengan harapan perusahaan,” ujarnya.
Sejumlah langkah penting diambil Luthfi untuk membenahi kondisi yang terjadi. Pertama, aspek komunikasi. Dia tergolong orang yang meyakini tugas terpenting CEO ialah komunikasi, komunikasi, dan komunikasi. Dia melihat karyawan saat itu resah karena kurang tahu ke mana arah perusahaan, apalagi saat itu secara global memang ada perubahan. “Yang penting, bagaimana berkomunikasi dengan teman-teman. Termasuk dengan karyawan di lapangan sebagai ujung tombak perusahaan. Mereka harus kami perhatikan lebih baik, kami harus take care lebih banyak ke mereka,” kata lelaki tamatan Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti ini. Dalam rangka membangun komunikasi itu, dia sangat intens mengunjungi cabang-cabang dari ujung timur sampai ujung barat Indonesia, termasuk ke dokter-dokter dan distributor.
Luthfi dan timnya ingin meyakinkan bahwa tidak ada masalah dengan PI. Semua baik-baik saja. Dia teringat, pada awal-awal memimpin, waktunya habis untuk berkeliling Indonesia membangun komunikasi dengan stakeholders. “Waktu Pak Luthfi lebih banyak di lapangan saat itu. Traveling terus setiap minggu,” demikian komentar Chrisma Albanjar, Direktur Public Affairs PI, yang bergabung dalam tim Luthfi sejak 2007.
Kemudian, secara internal, Luthfi mencoba melancarkan jalur-jalur komunikasi yang masih tersendat. “Saya lebih sering berdialog dan (menggunakan) e-mail untuk mengomunikasikan segala sesuatunya,” ungkapnya. Sebab itu, kata kunci yang selalu digembar-gemborkan ialah teamwork, kolaborasi dan dialog terbuka. Dia tak ingin karyawannya mengalami demotivasi. “Saya selalu bilang, kerjakan tugas teman-teman semua dengan baik, yang lain sudah ada yang ngurus. Semua harus fokus pada tugasnya,” kelahiran 31 Maret 1963 ini menjelaskan prinsipnya. Pendeknya, saat-saat awal melakukan misi turnaround, dia menciptakan banyak dialog dan komunikasi agar arah perusahaan menjadi jelas di mata karyawan. Pola komunikasinya sendiri bermacam-macam. Dari one on one hingga meeting dengan kelompok-kelompok.
Sudah tentu untuk memotivasi karyawan, dalam pertemuan formal pun, Luthfi dan timnya menjelaskan arah pengembangan perusahaan. Tahun 2007, misalnya, pada pertemuan tahunan di Batam, dilakukan kesepakatan bersama tentang target-target perusahaan.
Skala organisasi pun dibenahi. Saat itu Luthfi dan timnya melihat organisasi PI terlalu besar sehingga cenderung kurang lincah. Dia memberi contoh, dalam departemen penjualan, dulu sangat berjenjang: medical representative, manajer distrik, manajer penjualan regional, manajer penjualan dan direktur penjualan. “Ini kami potong sehingga tinggal medrep, manajer area dan manajer penjualan,” katanya. Sekarang banyak sekali manfaat yang dirasakan dari pemangkasan itu. Yang terpenting: pengambilan keputusan bisa lebih cepat. Selain itu, banyak orang yang kariernya kemudian naik. Dulu untuk menjadi manajer penjualan, rentang yang harus dilakui panjang sekali.
Memang tak bisa dimungkiri, pembenahan itu diikuti dengan melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap sekitar 80 karyawan. “Saya cenderung lebih suka membereskan sekalian. Kalau toh memotong, hanya sakit sekali, namun setelah itu beres. Daripada mulur-mulur nggak jelas,” ujarnya. Yang pasti, PHK itu juga dibarengi dengan komunikasi ke karyawan agar tidak beredar isu yang tak kondusif.
Dalam upaya memompa kinerja, Luthfi juga memperbaiki sistem yang sudah ada. Salah satu contoh yang paling kentara ialah perbaikan pada sistem manajemen kinerja dan sistem insentif. Kemudian juga dikembangkan sistem karier terpadu di bidang penjualan.
Ya, bagian penjualan memang menjadi fokus karena merupakan ujung tombak perusahaan. Luthfi teringat, waktu masih krisis itu, pihaknya memanggil sejumlah tenaga penjualan dari cabang-cabang untuk datang ke Jakarta. Mereka mendiskusikan perihal karier tenaga penjualan. Jadi, mereka dilibatkan dalam perumusan sistem karier.
Terobosan paling menarik yang dilakukan adalah caranya mendinamisasi tim. Untuk tim penjualan, misalnya. Luthfi rajin mengunjungi cabang-cabang dan menemani para medrep melakukan prospek ke dokter-dokter. “Kalau itu dilakukan seorang manajer, mungkin biasa. Namun presdir mau menemui medrep melakukan kunjungan ke dokter sampai pukul 12 malam menunggu pasien habis, tentu sangat jarang,” Chrisma mengomentari bosnya.
Biasanya kunjungan ke cabang selalu diiringi dengan makan malam bareng karyawan. Acara makan dilakukan bukan di restoran mahal, tetapi di lesehan di tepi jalan atau di warung kaki lima di pinggir jalan. Setelah mereka ditemani melakukan prospek ke dokter, mereka juga bisa sampaikan uneg-uneg langsung ke Luthfi saat makan. Mereka juga bisa sampaikan setelah acara main bulutangkis bareng. “Saya hanya ingin menunjukkan ke mereka bahwa dalam bekerja mereka tidak sendirian. Ada yang menemani. Hanya porsinya yang berbeda-beda,” kata Pak Presdir ini.
Contoh menarik, pada kuartal akhir 2007. Ketika itu omset masih kurang Rp 288 miliar dari yang ditargetkan. Maka untuk mengejar angka itu, angka 288 digembar-gemborkan Luthfi di mana-mana. “Angka 288 kami promosikan dan kontes di mana-mana sehingga karyawan melihat itu sebagai sesuatu yang harus dicapai,” katanya. Di ruang-ruang kantor ditempel angka 288. Lalu, bila di tepi jalan menemukan angka 288, langsung diprotret – misalnya ada bakmi 288. Kalau ketemu teman kantor, selalu bilang, “Salam 288.” Dengan ini, karyawan semua terlibat dan bergairah. “Tiap bulan kinerjanya kami track,” ujar Luthfi.
Ini belum termasuk manajemen produk. Contoh kecilnya, diadakan kontes khusus untuk penjualan produk-produk yang selama ini kurang diperhatikan. “Kami konteskan siapa yang bisa menjual paling banyak produk-produk yang sebelumnya kurang diapresiasi itu dan kami beri hadiah-hadiah bagi yang paling bagus,” ujarnya. Semua itu dibarengi upaya pemasaran, termasuk menjelaskan ke mitra dan konsumen terhadap produk-produk PI, termasuk menjelaskan posisi Viagra ke warung-warung kecil.
Tak lupa, upaya mendinamisasi karyawan dilakukan pula dengan terus mendengarkan aspirasi mereka. Karyawan tidak dilarang bicara kritis untuk mencari solusi. Tak mengherankan, dalam tiga tahun ini, tiap ada acara pertemuan tahunan seluruh karyawan (townhall meeting) selalu banyak pertanyaan kritis yang muncul. Karyawan bicara tanpa rasa takut.
Rupanya upaya pembenahan yang dilakukan selama kepemimpinan Luthfi tidak sia-sia. Motivasi karyawan terdongkrak. Kinerja perusahaan naik. “Dalam tiga tahun ini kami tumbuh double digit terus,” kata Luthfi. “Akhir tahun 2007 kami bisa buktikan ke semua pihak, termasuk karyawan dan pelanggan, bahwa Pfizer still exist. Tahun 2008 dan 2009 terus berjalan dengan baik,” imbuhnya. PI yang sempat memangkas orang di tahun 2007 pun kini terus mengembangkan bisnisnya dan bahkan kembali menambah karyawan karena memang ada kebutuhan baru. Saat ini jumlah karyawan sekitar 1.000 orang — termasuk 500 salesforce dan 300-an karyawan pabrik. Lebih dari itu, proses organisasi kini menjadi lebih ramping, lebih efisien. Keputusan bisa diambil lebih cepat dan lebih fokus ke pelanggan dan bisnis.
Tak ayal, PI tetap sanggup menancapkan posisinya sebagai perusahaan farmasi asing terbesar di Indonesia. Target omset Rp 1 triliun pada 2012 yang sudah dicanangkan beberapa tahun lalu tampaknya akan bisa dicapai setahun lebih awal. PI juga memastikan akan menambah kapasitas produksi pabriknya (hingga 50%) di Bogor, Jawa Barat, yang dimulai akhir 2010.
Yang menarik, meski hanya dengan 1.000 karyawan, PI mampu sejajar dengan pemain besar di farmasi seperti Kalbe Farma, Dexa dan Sanbe yang notabene karyawannya jauh lebih banyak. “Kami memang fokus pada produk di mana kami unggul, tidak main diversifikasi ke mana-mana,” kata Luthfi memberi alasan. PI fokus di obat ethical. Beberapa produk obat andalannya antara lain obat-obat untuk anti-inflamasi, kardiovaskuler, antidepresi, antidiabetes, kanker, disfungsi ereksi dan glaukoma. Merek yang cukup dikenal antara lain Visine, Combantrin, Viagra dan Ponstan.
Berdasarkan data sebuah perusahaan riset farmasi terkemuka, penjualan obat ethical PI periode Juni 2009-Juli 2010 telah menyentuh Rp 853 miliar, dengan pangsa pasar 4,3%. Bisnis farmasi memang dikenal sebagai industri yang persaingannya sangat ketat sehingga penguasaan pasarnya amat terfragmentasi. Kalbe sebagai pemain terbesar di farmasi bahkan hanya mampu menguasai pangsa 7,7%. Pangsa seperti yang sekarang dikuasai PI jelas sudah sangat signifikan.
Lilik Agung, pemerhati bidang manajemen, melihat apa yang dilakukan Luthfi tepat karena bicara tentang reorganisasi, maka mayoritas terjadi demotivasi pada banyak karyawan. “Apalagi jika reorganisasi juga menyangkut reorganisasi jumlah karyawan dan terjadi PHK. Menumbuhkan semangat, meyakinkan karyawan akan masa depan perusahaan dan masa depannya diperlukan. CEO harus turun langsung ke karyawan dan
berkomunikasi langsung dengan mereka. Urusan eksternal (pihak luar, konsumen) akan terselesaikan dengan sendirinya apabila urusan internal sudah solid,” Lilik memberi alasan.
Dia melihat ada banyak cara membenahi organisasi bermasalah. “Tergantung konteksnya. Untuk konteks PI akibat dari kebijakan Pfizer global, maka meyakinkan karyawan akan masa depannya dan perusahaan perlu dikedepankan,” ujarnya. Selain itu, juga menyatukan visi perusahaan-karyawan, membangun soliditas tim, melakukan komunikasi yang intensif, dan membangkitkan motivasi. “Kesuksesan dalam melakukan transformasi bisnis sangat ditentukan kecakapan CEO dalam mengendalikan perubahan serta konsistensi manajemen untuk terus-menerus mengawal dinamika yang terjadi,” papar Lilik.
Luthfi menjelaskan, proses transfomasi untuk men-turnaround perusahaannya sebenarnya tidak menemui hambatan yang sangat berat. “Hambatannya lebih pada visi dan persepsi yang berbeda-beda dari karyawan sehingga butuh penyatuan visi dan persepsi,” ungkapnya. Menurut dia, dalam proses restrukturisasi, tahapan paling genting biasanya pada tiga bulan pertama. “Itu masa-masa transisi. Tapi kalau karyawan tahu bahwa transisi itu memang perlu, mereka akan senang melakukannya dan memang hasilnya bisa kelihatan. Tugas saya meyakinkan kepada karyawan, ‘You are the best. Masa kita nggak bisa mencapai ke sana?’.”
Kini, PI sudah kembali ke jalur yang sebenarnya. Dan Luthfi pun telah menjawab tantangan yang diberikan. Namun laiknya sebuah performa, dia akan diuji dari waktu ke waktu. Inilah tantangan Luthfi dan keluarga besar PI: mempertahankan dan meningkatkan prestasi yang ada.
By : SWA
Apa yang bakal Anda lakukan jika tiba-tiba ditugaskan memimpin sebuah perusahaan besar yang sedang tidak performed? Langkah penting apa yang akan diambil sebagai CEO baru?
Bila belum juga menemukan jawabannya, tampaknya tak salah untuk mengenal kiprah Luthfi Mardiansyah dalam memimpin PT Pfizer Indonesia (PI). Dia juga mengalami masalah serupa ketika pertama kali ditugaskan sebagai CEO di perusahaan farmasi multinasional itu tahun 2007. Namun, kini, setelah berjalan tiga tahun, perusahaan yang ditanganinya itu mampu tampil kinclong dan terus sukses menjadi perusahaan farmasi asing terbesar di Indonesia.
Kisah kepemimpinan Luthfi di PI memang menarik dan kaya akan pembelajaran, khususnya tentang bagaimana membenahi perusahaan yang tengah dirundung demotivasi. Kiprahnya di PI dimulai pada Februari 2007 ketika ditugaskan pulang ke Indonesia setelah enam tahun di Cina. Sebelumnya, di Cina, dia menjadi eksekutif Capsugel China, anak usaha Pfizer Group yang memproduksi berbagai jenis kapsul. Di Negeri Tirai Bambu kinerja Capsugel yang dipimpinnya juga sangat baik sehingga manajemen Pfizer kemudian memanggil pulang ke Indonesia karena ada tantangan besar yang harus dibenahi.
Ketika pertama kali bergabung dengan PI, Luthfi tidak langsung menjabat CEO, tetapi menjadi Direktur Penjualan dulu selama beberapa bulan – CEO masih dijabat ekspatriat. Begitu ditugaskan sebagai CEO, dia pun menganalisis perusahaan dan menyadari bahwa organisasi yang dipimpinnya memang tidak sedang pada kinerja yang baik. “Saya ingat ketika kuartal I/2007, penjualan turun sekitar 30%,” dia mengawali cerita.
Saat itu secara global Pfizer sedang gencar mereorganisasi bisnis. Beberapa bisnis direstrukturisasi dan hal itu juga berimbas pada bisnisnya di Indonesia. Saat itu, sejumlah mitra bisnis Pfizer seperti distributor dan dokter banyak yang bertanya-tanya ada apa dengan PI. Di internal karyawan pun banyak keresahan karena kondisi itu. Di sisi lain, secara organisasi, PI telanjur besar, telanjur gendut, sehingga lamban. Beban untuk berjalan sedemikian tidak ringan. “Saya lihat komunikasi di perusahaan juga nggak jelas sehingga karyawan resah,” kata mantan profesional Grup Indofood ini mengenang.
Dari sisi organisasi, Luthfi melihat seharusnya organisasinya tidak perlu segemuk saat itu. Selain itu, dari sisi produk, banyak pembenahan pemasaran yang juga mesti dilakukan. Contoh kecilnya ialah Viagra, salah satu produk Pfizer yang citra mereknya semakin tak terkendali karena banyak pedagang kecil yang mengiklankan Viagra sebagai obat impotensi — kondisi itu tak sesuai dengan visi Pfizer yang menjadikan obat itu sebagai obat resep solusi hubungan suami-istri. “Seharusnya perusahaan sebagai pemilik brand yang mengendalikan dan mengelola arah pencitraan brand, namun saat itu Viagra telanjur ter-branding tidak sesuai dengan harapan perusahaan,” ujarnya.
Sejumlah langkah penting diambil Luthfi untuk membenahi kondisi yang terjadi. Pertama, aspek komunikasi. Dia tergolong orang yang meyakini tugas terpenting CEO ialah komunikasi, komunikasi, dan komunikasi. Dia melihat karyawan saat itu resah karena kurang tahu ke mana arah perusahaan, apalagi saat itu secara global memang ada perubahan. “Yang penting, bagaimana berkomunikasi dengan teman-teman. Termasuk dengan karyawan di lapangan sebagai ujung tombak perusahaan. Mereka harus kami perhatikan lebih baik, kami harus take care lebih banyak ke mereka,” kata lelaki tamatan Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti ini. Dalam rangka membangun komunikasi itu, dia sangat intens mengunjungi cabang-cabang dari ujung timur sampai ujung barat Indonesia, termasuk ke dokter-dokter dan distributor.
Luthfi dan timnya ingin meyakinkan bahwa tidak ada masalah dengan PI. Semua baik-baik saja. Dia teringat, pada awal-awal memimpin, waktunya habis untuk berkeliling Indonesia membangun komunikasi dengan stakeholders. “Waktu Pak Luthfi lebih banyak di lapangan saat itu. Traveling terus setiap minggu,” demikian komentar Chrisma Albanjar, Direktur Public Affairs PI, yang bergabung dalam tim Luthfi sejak 2007.
Kemudian, secara internal, Luthfi mencoba melancarkan jalur-jalur komunikasi yang masih tersendat. “Saya lebih sering berdialog dan (menggunakan) e-mail untuk mengomunikasikan segala sesuatunya,” ungkapnya. Sebab itu, kata kunci yang selalu digembar-gemborkan ialah teamwork, kolaborasi dan dialog terbuka. Dia tak ingin karyawannya mengalami demotivasi. “Saya selalu bilang, kerjakan tugas teman-teman semua dengan baik, yang lain sudah ada yang ngurus. Semua harus fokus pada tugasnya,” kelahiran 31 Maret 1963 ini menjelaskan prinsipnya. Pendeknya, saat-saat awal melakukan misi turnaround, dia menciptakan banyak dialog dan komunikasi agar arah perusahaan menjadi jelas di mata karyawan. Pola komunikasinya sendiri bermacam-macam. Dari one on one hingga meeting dengan kelompok-kelompok.
Sudah tentu untuk memotivasi karyawan, dalam pertemuan formal pun, Luthfi dan timnya menjelaskan arah pengembangan perusahaan. Tahun 2007, misalnya, pada pertemuan tahunan di Batam, dilakukan kesepakatan bersama tentang target-target perusahaan.
Skala organisasi pun dibenahi. Saat itu Luthfi dan timnya melihat organisasi PI terlalu besar sehingga cenderung kurang lincah. Dia memberi contoh, dalam departemen penjualan, dulu sangat berjenjang: medical representative, manajer distrik, manajer penjualan regional, manajer penjualan dan direktur penjualan. “Ini kami potong sehingga tinggal medrep, manajer area dan manajer penjualan,” katanya. Sekarang banyak sekali manfaat yang dirasakan dari pemangkasan itu. Yang terpenting: pengambilan keputusan bisa lebih cepat. Selain itu, banyak orang yang kariernya kemudian naik. Dulu untuk menjadi manajer penjualan, rentang yang harus dilakui panjang sekali.
Memang tak bisa dimungkiri, pembenahan itu diikuti dengan melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap sekitar 80 karyawan. “Saya cenderung lebih suka membereskan sekalian. Kalau toh memotong, hanya sakit sekali, namun setelah itu beres. Daripada mulur-mulur nggak jelas,” ujarnya. Yang pasti, PHK itu juga dibarengi dengan komunikasi ke karyawan agar tidak beredar isu yang tak kondusif.
Dalam upaya memompa kinerja, Luthfi juga memperbaiki sistem yang sudah ada. Salah satu contoh yang paling kentara ialah perbaikan pada sistem manajemen kinerja dan sistem insentif. Kemudian juga dikembangkan sistem karier terpadu di bidang penjualan.
Ya, bagian penjualan memang menjadi fokus karena merupakan ujung tombak perusahaan. Luthfi teringat, waktu masih krisis itu, pihaknya memanggil sejumlah tenaga penjualan dari cabang-cabang untuk datang ke Jakarta. Mereka mendiskusikan perihal karier tenaga penjualan. Jadi, mereka dilibatkan dalam perumusan sistem karier.
Terobosan paling menarik yang dilakukan adalah caranya mendinamisasi tim. Untuk tim penjualan, misalnya. Luthfi rajin mengunjungi cabang-cabang dan menemani para medrep melakukan prospek ke dokter-dokter. “Kalau itu dilakukan seorang manajer, mungkin biasa. Namun presdir mau menemui medrep melakukan kunjungan ke dokter sampai pukul 12 malam menunggu pasien habis, tentu sangat jarang,” Chrisma mengomentari bosnya.
Biasanya kunjungan ke cabang selalu diiringi dengan makan malam bareng karyawan. Acara makan dilakukan bukan di restoran mahal, tetapi di lesehan di tepi jalan atau di warung kaki lima di pinggir jalan. Setelah mereka ditemani melakukan prospek ke dokter, mereka juga bisa sampaikan uneg-uneg langsung ke Luthfi saat makan. Mereka juga bisa sampaikan setelah acara main bulutangkis bareng. “Saya hanya ingin menunjukkan ke mereka bahwa dalam bekerja mereka tidak sendirian. Ada yang menemani. Hanya porsinya yang berbeda-beda,” kata Pak Presdir ini.
Contoh menarik, pada kuartal akhir 2007. Ketika itu omset masih kurang Rp 288 miliar dari yang ditargetkan. Maka untuk mengejar angka itu, angka 288 digembar-gemborkan Luthfi di mana-mana. “Angka 288 kami promosikan dan kontes di mana-mana sehingga karyawan melihat itu sebagai sesuatu yang harus dicapai,” katanya. Di ruang-ruang kantor ditempel angka 288. Lalu, bila di tepi jalan menemukan angka 288, langsung diprotret – misalnya ada bakmi 288. Kalau ketemu teman kantor, selalu bilang, “Salam 288.” Dengan ini, karyawan semua terlibat dan bergairah. “Tiap bulan kinerjanya kami track,” ujar Luthfi.
Ini belum termasuk manajemen produk. Contoh kecilnya, diadakan kontes khusus untuk penjualan produk-produk yang selama ini kurang diperhatikan. “Kami konteskan siapa yang bisa menjual paling banyak produk-produk yang sebelumnya kurang diapresiasi itu dan kami beri hadiah-hadiah bagi yang paling bagus,” ujarnya. Semua itu dibarengi upaya pemasaran, termasuk menjelaskan ke mitra dan konsumen terhadap produk-produk PI, termasuk menjelaskan posisi Viagra ke warung-warung kecil.
Tak lupa, upaya mendinamisasi karyawan dilakukan pula dengan terus mendengarkan aspirasi mereka. Karyawan tidak dilarang bicara kritis untuk mencari solusi. Tak mengherankan, dalam tiga tahun ini, tiap ada acara pertemuan tahunan seluruh karyawan (townhall meeting) selalu banyak pertanyaan kritis yang muncul. Karyawan bicara tanpa rasa takut.
Rupanya upaya pembenahan yang dilakukan selama kepemimpinan Luthfi tidak sia-sia. Motivasi karyawan terdongkrak. Kinerja perusahaan naik. “Dalam tiga tahun ini kami tumbuh double digit terus,” kata Luthfi. “Akhir tahun 2007 kami bisa buktikan ke semua pihak, termasuk karyawan dan pelanggan, bahwa Pfizer still exist. Tahun 2008 dan 2009 terus berjalan dengan baik,” imbuhnya. PI yang sempat memangkas orang di tahun 2007 pun kini terus mengembangkan bisnisnya dan bahkan kembali menambah karyawan karena memang ada kebutuhan baru. Saat ini jumlah karyawan sekitar 1.000 orang — termasuk 500 salesforce dan 300-an karyawan pabrik. Lebih dari itu, proses organisasi kini menjadi lebih ramping, lebih efisien. Keputusan bisa diambil lebih cepat dan lebih fokus ke pelanggan dan bisnis.
Tak ayal, PI tetap sanggup menancapkan posisinya sebagai perusahaan farmasi asing terbesar di Indonesia. Target omset Rp 1 triliun pada 2012 yang sudah dicanangkan beberapa tahun lalu tampaknya akan bisa dicapai setahun lebih awal. PI juga memastikan akan menambah kapasitas produksi pabriknya (hingga 50%) di Bogor, Jawa Barat, yang dimulai akhir 2010.
Yang menarik, meski hanya dengan 1.000 karyawan, PI mampu sejajar dengan pemain besar di farmasi seperti Kalbe Farma, Dexa dan Sanbe yang notabene karyawannya jauh lebih banyak. “Kami memang fokus pada produk di mana kami unggul, tidak main diversifikasi ke mana-mana,” kata Luthfi memberi alasan. PI fokus di obat ethical. Beberapa produk obat andalannya antara lain obat-obat untuk anti-inflamasi, kardiovaskuler, antidepresi, antidiabetes, kanker, disfungsi ereksi dan glaukoma. Merek yang cukup dikenal antara lain Visine, Combantrin, Viagra dan Ponstan.
Berdasarkan data sebuah perusahaan riset farmasi terkemuka, penjualan obat ethical PI periode Juni 2009-Juli 2010 telah menyentuh Rp 853 miliar, dengan pangsa pasar 4,3%. Bisnis farmasi memang dikenal sebagai industri yang persaingannya sangat ketat sehingga penguasaan pasarnya amat terfragmentasi. Kalbe sebagai pemain terbesar di farmasi bahkan hanya mampu menguasai pangsa 7,7%. Pangsa seperti yang sekarang dikuasai PI jelas sudah sangat signifikan.
Lilik Agung, pemerhati bidang manajemen, melihat apa yang dilakukan Luthfi tepat karena bicara tentang reorganisasi, maka mayoritas terjadi demotivasi pada banyak karyawan. “Apalagi jika reorganisasi juga menyangkut reorganisasi jumlah karyawan dan terjadi PHK. Menumbuhkan semangat, meyakinkan karyawan akan masa depan perusahaan dan masa depannya diperlukan. CEO harus turun langsung ke karyawan dan
berkomunikasi langsung dengan mereka. Urusan eksternal (pihak luar, konsumen) akan terselesaikan dengan sendirinya apabila urusan internal sudah solid,” Lilik memberi alasan.
Dia melihat ada banyak cara membenahi organisasi bermasalah. “Tergantung konteksnya. Untuk konteks PI akibat dari kebijakan Pfizer global, maka meyakinkan karyawan akan masa depannya dan perusahaan perlu dikedepankan,” ujarnya. Selain itu, juga menyatukan visi perusahaan-karyawan, membangun soliditas tim, melakukan komunikasi yang intensif, dan membangkitkan motivasi. “Kesuksesan dalam melakukan transformasi bisnis sangat ditentukan kecakapan CEO dalam mengendalikan perubahan serta konsistensi manajemen untuk terus-menerus mengawal dinamika yang terjadi,” papar Lilik.
Luthfi menjelaskan, proses transfomasi untuk men-turnaround perusahaannya sebenarnya tidak menemui hambatan yang sangat berat. “Hambatannya lebih pada visi dan persepsi yang berbeda-beda dari karyawan sehingga butuh penyatuan visi dan persepsi,” ungkapnya. Menurut dia, dalam proses restrukturisasi, tahapan paling genting biasanya pada tiga bulan pertama. “Itu masa-masa transisi. Tapi kalau karyawan tahu bahwa transisi itu memang perlu, mereka akan senang melakukannya dan memang hasilnya bisa kelihatan. Tugas saya meyakinkan kepada karyawan, ‘You are the best. Masa kita nggak bisa mencapai ke sana?’.”
Kini, PI sudah kembali ke jalur yang sebenarnya. Dan Luthfi pun telah menjawab tantangan yang diberikan. Namun laiknya sebuah performa, dia akan diuji dari waktu ke waktu. Inilah tantangan Luthfi dan keluarga besar PI: mempertahankan dan meningkatkan prestasi yang ada.
By : SWA
Manajemen Strategi Definisi & Aplikasi
Manajemen Strategi
adalah proses penetapan tujuan organisasi, pengembangan kebijakan dan perencanaan untuk mencapai sasaran tersebut, serta mengalokasikan sumber daya untuk menerapkan kebijakan dan merencanakan pencapaian tujuan organisasi.
Manajemen Strategi mengkombinasikan aktivitas-aktivitas dari berbagai bagian fungsional suatu bisnis untuk mencapai tujuan organisasi. Manajemen Strategi merupakan aktivitas manajemen tertinggi yang biasanya disusun oleh dewan direktur dan dilaksanakan oleh CEO serta tim eksekutif organisasi tersebut.
Manajemen Strategi memberikan arahan menyeluruh untuk perusahaan dan terkait erat dengan bidang perilaku organisasi. Berbagai buku mendefinisikan manajemen strategi dengan kata-kata yang berbeda. Diantaranya, Manajemen Strategi merupakan perencanaan strategi yang berorientasi pada jangkauan masa depan yang jauh (disebut visi), dan ditetapkan sebagai keputusan pimpinan tertinggi (keputusan yang bersifat mendasar dan prinsipil), agar memungkinkan organisasi berinteraksi secara efektif (disebut misi), dalam usaha menghasilkan sesuatu (perencanaan operaional untuk menghasilkan barang dan/atau jasa serta pelayanan) yang berkualitas, dengan diarahkan pada optimalisasi pencapaian tujuan (disebut tujuan strategis) dan berbagai sasaran organisasi. Begitu banyak pengertian Manajemen Strategi, namun pada dasarnya Manajemen Strategi merupakan suatu sistem yang sebagai satu kesatuan memiliki berbagai komponen yang saling berhubungan dan mempengaruhi. Komponen pertama adalah perencanaan strategi dengan unsur-unsurnya yang terdiri dari visi, misi, tujuan dan
Strategi utama organisasi. Sedangkan komponen kedua adalah perencanaan operasional dengan unsur-unsurnya, sasaran dan tujuan operasional, pelaksanaan fungsi-fungsi manajemen berupa fungsi pengorganisasian, fungsi pelaksanaan dan fungsi penganggaran, kebijaksanaan situsional, jaringan kerja internal daneksternal, fungsi kontrol dan evaluasi serta umpan balik. Sesuai definisi yang ada, menjalankan Manajemen Strategi berarti pebisnis juga harus membuat perencanaan dalam bentuk formulasi bisnis secara matang. Berikut merupakan 10 formulasi Manajemen Strategi antara lain :
1. Menjadi objektif. Angan-angan sendiri tidak memiliki tempat di dalam bangunan sebuah bisnis. Kejujuran, penilaian yang tenang dari kekuatan dan kelemahan perusahaan dan keahlian bisnis serta manajemennya adalah hal yang mendasar.
2. Membuat sederhana dan terfokus. Dalam usaha kecil, kesederhanaan adalah efektif. Usaha dan sumber daya, seharusnya dikonsentrasikan dimana dampak dan keuntungan adalah hal yang paling utama.
3. Fokus pada pasar yang menguntungkan. Kelangsungan hidup dan keberhasilan usaha kecil oleh persediaan barang dan jasa khusus yang menemukan keinginan dan kebutuhan dari pemilihan kelompok pelanggan.
4. Mengembangkan rencana pemasaran. Usaha kecil harus memutuskan bagaimana untuk meraih dan menjual kepada pelanggan.
5. Memanajemen tenaga kerja secara efektif. Kesuksesan usaha kecil tergantung pada bangunan, pengaturan dan motivasi sebuah tim pemenang.
6. Membuat catatan keuangan yang jelas. Usaha kecil perlu untuk memiliki catatan asset, liabilitas, penjualan, biaya dan informasi akunting lainnya dalam urutan untuk kelangsungan hidup dan keberhasilan.
7. Tidak pernah menghambur-hamburkan kas. Kas adalah raja di dalam dunia usaha kecil.
8. Menghindari perangkap yang berulang-ulang dari pertumbuhan yang cepat. Usaha kecil harus hati-hati melakukan ekspansi.
9. Mengerti seluruh fase bisnis. Pengendalian usaha kecil dan kemajuan keuntungan usaha kecil , tergantung pada pengertian yang lengkap dari seluruh fungsi bisnis.
10. Merencanakan ke depan. Usaha kecil harus memformulasikan secara kritis dan menantang, pencapaian yang masih, tujuan dan mengubahnya menjadi aktifitas yang produktif.
Beberapa JURUS Manajemen Strategi yang terbukti jitu dalam strategi bisnis antara ain:
1. Manajemen Strategi yang berorientasi pada product leadership (keunggulan produk). Perusahaan yang mengunakan Manajemen Strategi ini selalu berupaya menciptakan produk-produk dengan kualitas premium, dan selalu one ste ahead dibanding produk kompetitor.Merekataksegan segan mengeluarkan dana besar untuk bagian R&Dnya demi terciptanya produk yang berkualitas.
2. Manajemen Strategi yang berorientasi pada operational excellence (keunggulan operasional). Dalam Manajemen Strategi ini yang paling utama adalah membangun proses bisnis yang efektif & efisien. Sehingga dengan proses bisnis yang efektif & efisiensi ini, mereka mampu menekan biaya produksi, sehingga dengan Manajemen Strategi ini mereka mampu menjual produknya dengan harga yang lebih kompetitif dibanding competitor-kompetitornya.
3. Manajemen Strategi yang berorientasi pada customer intimacy (Keakraban/Keintiman dengan pelanggan). Yang paling utama dalam Manajemen Strategi ini adalah membangun hubungan yang akrap/intim dengan semua pelanggannya sehingga akan membentuk mitra bisnis/relasi yang langgeng dan berkelanjutan. Kami SIENConsultan perusahaan konsultan Manajemen Strategi, bisnis, strategi, konsultan strategi, konsultan ritel, konsultan bisnis strategi, Konsultan keuangan, Finance&Accounting Management, konsultan pajak, marketing strategi, bisnis plan, pengembangan bisnis, konsultan bisnis, bisnis peningkatan omzet, strategi training motivasi ,Strategy and Business, Strategy Management, Business Marketing Strategy, yang sudah TERBUKTI & berpengalaman lebih dari 12tahun dalam menangani perusahaan lokal/Asing tanpa melihat besar kecil perusahaan.
by :http://uswatun037.wordpress.com
adalah proses penetapan tujuan organisasi, pengembangan kebijakan dan perencanaan untuk mencapai sasaran tersebut, serta mengalokasikan sumber daya untuk menerapkan kebijakan dan merencanakan pencapaian tujuan organisasi.
Manajemen Strategi mengkombinasikan aktivitas-aktivitas dari berbagai bagian fungsional suatu bisnis untuk mencapai tujuan organisasi. Manajemen Strategi merupakan aktivitas manajemen tertinggi yang biasanya disusun oleh dewan direktur dan dilaksanakan oleh CEO serta tim eksekutif organisasi tersebut.
Manajemen Strategi memberikan arahan menyeluruh untuk perusahaan dan terkait erat dengan bidang perilaku organisasi. Berbagai buku mendefinisikan manajemen strategi dengan kata-kata yang berbeda. Diantaranya, Manajemen Strategi merupakan perencanaan strategi yang berorientasi pada jangkauan masa depan yang jauh (disebut visi), dan ditetapkan sebagai keputusan pimpinan tertinggi (keputusan yang bersifat mendasar dan prinsipil), agar memungkinkan organisasi berinteraksi secara efektif (disebut misi), dalam usaha menghasilkan sesuatu (perencanaan operaional untuk menghasilkan barang dan/atau jasa serta pelayanan) yang berkualitas, dengan diarahkan pada optimalisasi pencapaian tujuan (disebut tujuan strategis) dan berbagai sasaran organisasi. Begitu banyak pengertian Manajemen Strategi, namun pada dasarnya Manajemen Strategi merupakan suatu sistem yang sebagai satu kesatuan memiliki berbagai komponen yang saling berhubungan dan mempengaruhi. Komponen pertama adalah perencanaan strategi dengan unsur-unsurnya yang terdiri dari visi, misi, tujuan dan
Strategi utama organisasi. Sedangkan komponen kedua adalah perencanaan operasional dengan unsur-unsurnya, sasaran dan tujuan operasional, pelaksanaan fungsi-fungsi manajemen berupa fungsi pengorganisasian, fungsi pelaksanaan dan fungsi penganggaran, kebijaksanaan situsional, jaringan kerja internal daneksternal, fungsi kontrol dan evaluasi serta umpan balik. Sesuai definisi yang ada, menjalankan Manajemen Strategi berarti pebisnis juga harus membuat perencanaan dalam bentuk formulasi bisnis secara matang. Berikut merupakan 10 formulasi Manajemen Strategi antara lain :
1. Menjadi objektif. Angan-angan sendiri tidak memiliki tempat di dalam bangunan sebuah bisnis. Kejujuran, penilaian yang tenang dari kekuatan dan kelemahan perusahaan dan keahlian bisnis serta manajemennya adalah hal yang mendasar.
2. Membuat sederhana dan terfokus. Dalam usaha kecil, kesederhanaan adalah efektif. Usaha dan sumber daya, seharusnya dikonsentrasikan dimana dampak dan keuntungan adalah hal yang paling utama.
3. Fokus pada pasar yang menguntungkan. Kelangsungan hidup dan keberhasilan usaha kecil oleh persediaan barang dan jasa khusus yang menemukan keinginan dan kebutuhan dari pemilihan kelompok pelanggan.
4. Mengembangkan rencana pemasaran. Usaha kecil harus memutuskan bagaimana untuk meraih dan menjual kepada pelanggan.
5. Memanajemen tenaga kerja secara efektif. Kesuksesan usaha kecil tergantung pada bangunan, pengaturan dan motivasi sebuah tim pemenang.
6. Membuat catatan keuangan yang jelas. Usaha kecil perlu untuk memiliki catatan asset, liabilitas, penjualan, biaya dan informasi akunting lainnya dalam urutan untuk kelangsungan hidup dan keberhasilan.
7. Tidak pernah menghambur-hamburkan kas. Kas adalah raja di dalam dunia usaha kecil.
8. Menghindari perangkap yang berulang-ulang dari pertumbuhan yang cepat. Usaha kecil harus hati-hati melakukan ekspansi.
9. Mengerti seluruh fase bisnis. Pengendalian usaha kecil dan kemajuan keuntungan usaha kecil , tergantung pada pengertian yang lengkap dari seluruh fungsi bisnis.
10. Merencanakan ke depan. Usaha kecil harus memformulasikan secara kritis dan menantang, pencapaian yang masih, tujuan dan mengubahnya menjadi aktifitas yang produktif.
Beberapa JURUS Manajemen Strategi yang terbukti jitu dalam strategi bisnis antara ain:
1. Manajemen Strategi yang berorientasi pada product leadership (keunggulan produk). Perusahaan yang mengunakan Manajemen Strategi ini selalu berupaya menciptakan produk-produk dengan kualitas premium, dan selalu one ste ahead dibanding produk kompetitor.Merekataksegan segan mengeluarkan dana besar untuk bagian R&Dnya demi terciptanya produk yang berkualitas.
2. Manajemen Strategi yang berorientasi pada operational excellence (keunggulan operasional). Dalam Manajemen Strategi ini yang paling utama adalah membangun proses bisnis yang efektif & efisien. Sehingga dengan proses bisnis yang efektif & efisiensi ini, mereka mampu menekan biaya produksi, sehingga dengan Manajemen Strategi ini mereka mampu menjual produknya dengan harga yang lebih kompetitif dibanding competitor-kompetitornya.
3. Manajemen Strategi yang berorientasi pada customer intimacy (Keakraban/Keintiman dengan pelanggan). Yang paling utama dalam Manajemen Strategi ini adalah membangun hubungan yang akrap/intim dengan semua pelanggannya sehingga akan membentuk mitra bisnis/relasi yang langgeng dan berkelanjutan. Kami SIENConsultan perusahaan konsultan Manajemen Strategi, bisnis, strategi, konsultan strategi, konsultan ritel, konsultan bisnis strategi, Konsultan keuangan, Finance&Accounting Management, konsultan pajak, marketing strategi, bisnis plan, pengembangan bisnis, konsultan bisnis, bisnis peningkatan omzet, strategi training motivasi ,Strategy and Business, Strategy Management, Business Marketing Strategy, yang sudah TERBUKTI & berpengalaman lebih dari 12tahun dalam menangani perusahaan lokal/Asing tanpa melihat besar kecil perusahaan.
by :http://uswatun037.wordpress.com
Review Great Manajemen Book : Re Code Your Change DNA by Rhenal Kasali
Setelah cHaNgE!, Rhenald Kasali kembali dengan buku yang semakin dalam mengurai proses perubahan.
Re-code Your Change DNA adalah buku yang harus dibaca siapa pun yang ingin melakukan perubahan dalam hidupnya. Untuk beranjak dari satu titik tempat kita sedang berada ke tempat yang kita inginkan, maka kita harus berubah. Apa yang diperlukan dalam proses perubahan itu?
Berdasarkan pengalamannya, perjalanannya, buku-buku dan riset yang dipelajarinya, Rhenald Kasali yang saat ini adalah staf pengajar UI dan menjabat Ketua Program Magister (MM) universitas yang sama menyusun sebuah teori tentang bagaimana terjadinya sebuah perubahan.
Dengan teori yang diajukannya --dari Re-code individu, Re-code leader, Re-code pikiran, Re-code organisasi, hingga Re-code the critical mass-- Rhenald sepertinya akan kembali berkeliling dari seminar ke seminar, dan dari organisasi ke organisasi, untuk mengajarkan langsung teorinya itu. Sebelumnya, hal yang sama terjadi setelah cHaNge! terbit dan mendapat sambutan yang sangat baik dari pembaca.
Menurut Rhenald, agar tetap unggul dalam dunia bisnis yang kompetitif, setiap organisasi harus adaptif terhadap perubahan. Organisasi yang adaptif didukung oleh SDM dengan kadar Change DNA yang tinggi. Change DNA adalah sifat-sifat dasar yang membentuk diri seseorang sehingga ia mampu melihat dan bergerak melakukan perubahan.
Unsur-unsur pembentuk sifat perubahan (Change DNA) itu dapat disingkat menjadi OCEAN, yang terdiri dari Openness to experience, Conscientiousness, Extroversion, Agreeableness, dan Neuroticism. Buku ini juga menyediakan tes untuk mengukur kadar OCEAN Anda, sehingga Anda bisa mengetahui bagian mana yang perlu Anda benahi untuk menjadi seorang penggerak perubahan.
Rhenald memberi ilustrasi beberapa individu yang dianggapnya mempunya Change DNA yang unggul, yaitu Muhammad Yunus yang mendirikan bank untuk pengemis, Paul Otellini yang membuat perubahan besar-besaran di Intel, Sheikh Mohammed Bin Rashid Al Maktoum yang mengubah Dubai dari sebuah padang pasir menjadi Hongkong-nya Timur Tengah, dan juga Martin Luther King yang memperjuangkan hak-hak kaum kulit hitam.
Cerita-cerita di atas disampaikan dengan cara yang menarik dan sangat inspiratif. Tidak ketinggalan, disertai juga foto-foto yang menarik, yang mewarnai seluruh buku ini. Buku ini adalah buku manajemen yang disampaikan dengan cara yang "ngepop". Setiap bab dilengkapi dengan foto, ilustrasi, kutipan, kesimpulan, komentar penulis, dan bahkan foto-foto penulis sendiri dalam berbagai ekspresi.
http://www.blogger.com/img/blank.gif
Tidak hanya cerita tentang tokoh-tokoh dunia seperti disebutkan di atas, dalam buku ini juga terdapat cerita dari organisasi-organisasi di Indonesia, seperti Citibank, BCA, dan terutama dalam pemerintahan kita. Betapa Rhenald sang guru ingin melihat perubahan dalam bangsa ini. Perubahan itu harus dimulai dengan adanya pemimpin yang memiliki Change DNA unggul. Karena itu dalam buku ini juga diuraikan banyak teori tentang kepemimpinan.
Bila Anda ingin organisasi Anda berubah, maka mulailah dengan me-re-code Change DNA Anda sendiri.
Free Download E book Here!!!!!! (pdf Version)
Re-code Your Change DNA adalah buku yang harus dibaca siapa pun yang ingin melakukan perubahan dalam hidupnya. Untuk beranjak dari satu titik tempat kita sedang berada ke tempat yang kita inginkan, maka kita harus berubah. Apa yang diperlukan dalam proses perubahan itu?
Berdasarkan pengalamannya, perjalanannya, buku-buku dan riset yang dipelajarinya, Rhenald Kasali yang saat ini adalah staf pengajar UI dan menjabat Ketua Program Magister (MM) universitas yang sama menyusun sebuah teori tentang bagaimana terjadinya sebuah perubahan.
Dengan teori yang diajukannya --dari Re-code individu, Re-code leader, Re-code pikiran, Re-code organisasi, hingga Re-code the critical mass-- Rhenald sepertinya akan kembali berkeliling dari seminar ke seminar, dan dari organisasi ke organisasi, untuk mengajarkan langsung teorinya itu. Sebelumnya, hal yang sama terjadi setelah cHaNge! terbit dan mendapat sambutan yang sangat baik dari pembaca.
Menurut Rhenald, agar tetap unggul dalam dunia bisnis yang kompetitif, setiap organisasi harus adaptif terhadap perubahan. Organisasi yang adaptif didukung oleh SDM dengan kadar Change DNA yang tinggi. Change DNA adalah sifat-sifat dasar yang membentuk diri seseorang sehingga ia mampu melihat dan bergerak melakukan perubahan.
Unsur-unsur pembentuk sifat perubahan (Change DNA) itu dapat disingkat menjadi OCEAN, yang terdiri dari Openness to experience, Conscientiousness, Extroversion, Agreeableness, dan Neuroticism. Buku ini juga menyediakan tes untuk mengukur kadar OCEAN Anda, sehingga Anda bisa mengetahui bagian mana yang perlu Anda benahi untuk menjadi seorang penggerak perubahan.
Rhenald memberi ilustrasi beberapa individu yang dianggapnya mempunya Change DNA yang unggul, yaitu Muhammad Yunus yang mendirikan bank untuk pengemis, Paul Otellini yang membuat perubahan besar-besaran di Intel, Sheikh Mohammed Bin Rashid Al Maktoum yang mengubah Dubai dari sebuah padang pasir menjadi Hongkong-nya Timur Tengah, dan juga Martin Luther King yang memperjuangkan hak-hak kaum kulit hitam.
Cerita-cerita di atas disampaikan dengan cara yang menarik dan sangat inspiratif. Tidak ketinggalan, disertai juga foto-foto yang menarik, yang mewarnai seluruh buku ini. Buku ini adalah buku manajemen yang disampaikan dengan cara yang "ngepop". Setiap bab dilengkapi dengan foto, ilustrasi, kutipan, kesimpulan, komentar penulis, dan bahkan foto-foto penulis sendiri dalam berbagai ekspresi.
http://www.blogger.com/img/blank.gif
Tidak hanya cerita tentang tokoh-tokoh dunia seperti disebutkan di atas, dalam buku ini juga terdapat cerita dari organisasi-organisasi di Indonesia, seperti Citibank, BCA, dan terutama dalam pemerintahan kita. Betapa Rhenald sang guru ingin melihat perubahan dalam bangsa ini. Perubahan itu harus dimulai dengan adanya pemimpin yang memiliki Change DNA unggul. Karena itu dalam buku ini juga diuraikan banyak teori tentang kepemimpinan.
Bila Anda ingin organisasi Anda berubah, maka mulailah dengan me-re-code Change DNA Anda sendiri.
Free Download E book Here!!!!!! (pdf Version)
10 Langkah Menyiapkan Dokumen Mutu Perguruan Tinggi
Implementasi Sistem Penjaminan Mutu Perguruan Tinggi membutuhkan budaya mutu yang tinggi dari para pelaku dalam organisasi itu sendiri. Persyaratan ini berlaku jika ingin Sistem Penjaminan Mutu Perguruan Tinggi itu, berkelanjutan. Keberlanjutan ini merupakan suuatu ancaman terbesar dalam Implementasi Sistem Penjaminan Mutu di Perguruan Tinggi. Potensi ini cukup besar karena Perguruan Tinggi sebagai organisasi yang berisikan ide-ide besar dan ideal dari para pelaku organisasi (dosen-dosen). Kerap terjadi ide-ide tersebut akan menjadi isu-isu utama untuk mengarahkan jalannya organisasi untuk beberapa tahun ke depan. Namun, ketika pencetus ide tidak lagi menduduki sebagai pimpinan maka ide itu hilang dengan sendirinya. Dengan kata lain bahasa sederhana ganti pimpinan ganti kebijakan, ganti metode, ganti prosedur, ganti acara. Mulai dari awal lagi. Capek…… deh..
Akibatnya keberlanjutan suatu kegiatan atau program menjadi sangat rendah. Hal ini sebenarnya, menunjukkan bahwa pengelolaan perguruan tinggi itu bukan diarahkan oleh visi institusi tetapi oleh visi masing-masing pimpinan. Wal hasil keberhasilan yang dicapai hanya untuk diri sang pimpinan bukan keberhasilan secara organisasi. Dengan sistem penjaminan mutu perguruan tinggi hal demikian tidak akan terjadi. Karena sistem ini meletakkan arah organisasi ditentukan oleh visi organisasi itu sendiri bukan oleh visi pimpinannya. Siapapun, pimpinannya jika beliau dapat mengawal dan menyelaraskan semua visi anggota organisasi ke dalam visi organisasi Perguruan Tinggi maka Insya Allah akan tetap berhasil membawa Perguruan Tinggi. Mengakomodasi visi organisasi Perguruan Tinggi ke dalam visi pribadi inilah yang harus dimiliki oleh anggota organisasi sehingga membentuk budaya organisasi dalam diri pelaku-pelakunya. Hal ini tentunya membutuhkan waktu yang lama tidak hanya setahun dua tahun tetapi lebih lama mungkin puluhan tahun. Oleh karena itu dibutuhkan upaya untuk mempercepat dan mempersingkat waktu yang dibutuhkan yaitu dengan menggunakan sistem manajemen mutu. Sistem manajemen mutu, organisasi digerakan dan diarahkan oleh visi organisasi bukan visi pribadi pimpinan. Dengan menjadikan sistem manajemen mutu sebagai landasan sistem manajemen Perguruan Tinggi maka Implementasi Sistem Penjaminan Mutu akan mampu bertahan keberlangsungan dan berkelanjutannya.
Untuk mendukung kebelangsungan dan keberlanjutan sistem penjaminan mutu perguruan tinggi maka sistem manjemen mutu sebagai landasan utamanya perlu dibangun dengan baik dan kuat. Kokohnya bangunan sistem manajemen mutu ini terjadi jika sistem tersebut mampu memetakan proses-proses yang ada dalam organisasi Perguruan Tinggi tersebut dan mengintegrasikan dari intraksi-interaksi proses yang ada dan berjalan di organisasi serta mampu mendokumentasikan proses-proses tersebut dalm blue-print proses Perguruan Tinggi. Blue-print prose’s Perguruan tinggi satu dengan yang lainnya tidak pernah sama, bergantung dari sisi kompleksitas, kerumitan dan kompetensi personil yang ada di Perguruan Tinggi. Berikut ini langkah-langkah bagaimana mengidentifikasi proses-proses yang ada di Perguruan Tinggi dan Menyusun kebutuhan Dokumen yang diperlukan dalam Perguruan Tinggi tersebut.
Identifikasikan proses-proses yang ada.
Identifikasikan apa yang dilakukan sekarang dengan proses-proses tsb.
Identifikasikan dan tentukan interaksi antar proses-proses tersebut, sehingga menjadi bisnisproses perguruan tinggi yang terintegrasi serta saling terkait.
Tentukan persyaratan standar ISO 9001:2000 dalam proses-proses tersebut, jika ada persyaratan yang belum terakomodasi tentukan penanganannya dan penerapannya.
Tentukan proses utama(core processes), proses manajemen, (management processes) dan proses pembantu (supporting processes) dalam business process tsb. Tentukan proses-proses mana saja yang merupakan proses kunci (key process), proses-proses kunci ini nantinya akan berkaitan langsung dengan sasaran mutu yang akan dicapai.
Tentukan prosedur-prosedur yang akan muncul agar memenuhi persyaratan ISO 9001:2008, termasuk 6 (enam) prosedur terdokumentasi yang dipersyaratkan oleh standar.
Identifikasikan dokumen-dokumen yang sudah ada, termasuk form-form, petunjuk kerja, spesifikasi, gambar teknis, dll
Buat tabel atau bagan alir keterkaitan antara proses-klausul terkait-prosedur terkait- petunjuk kerja (jika memungkinkan) dan/atau dokumen lain, lihat persyaratan standard dan kebutuhan internal perguruan tinggi, jika ternyata belum memenuhi atau perlu kebutuhan baru, identifikasikan sebagai kebutuhan dokumen baru.
Tentukan format-format yang akan digunakan untuk setiap level dokumen. Dan metode identifikasi penomorannya. Metode penulisan Dokumentasi SMM, bisa dimulai dari prosedur (dengan catatan bahwa bisnis proses yang ada sudah benar-benar mendekati dan memenuhi persyaratan standar), kemudian diteruskan dengan penulisan petunjuk kerja serta dokumen penunjang termasuk form-form yang diperlukan. Baru terakhir penulisan manual mutu.
Sebelum memulai penulisan dokumentasi SMM, harus sudah tersedia pernyataan kebijakan mutu yang disahkan Pimpinan Perguruan Tinggi serta (paling tidak) draft dari sasaran mutu yang ingin dicapai.
Demikian sekelumit pengalaman langkah-langkah menyusun dokumen sistem manajemen mutu yang mendasarkan pada kondisi dan keadaan yang berjalan dalam organisasi. Untuk menyusun blue-print proses perguruan tinggi lebih baik dilakukan secara bertahap dan bukan sesaat. Semoga tulisan ini bisa menginsiparasi dan memotivasi para pembaca dalam mengim- plementasikan dan mengembangkan sistem penjaminan mutu di masing-masing perguruan tingginya. Namun demikian, semuanya itu perlu disesuaikan dengan kondisi dan potensi sumber daya yang ada. Semoga bermanfaat. (BQST-072009)
Akibatnya keberlanjutan suatu kegiatan atau program menjadi sangat rendah. Hal ini sebenarnya, menunjukkan bahwa pengelolaan perguruan tinggi itu bukan diarahkan oleh visi institusi tetapi oleh visi masing-masing pimpinan. Wal hasil keberhasilan yang dicapai hanya untuk diri sang pimpinan bukan keberhasilan secara organisasi. Dengan sistem penjaminan mutu perguruan tinggi hal demikian tidak akan terjadi. Karena sistem ini meletakkan arah organisasi ditentukan oleh visi organisasi itu sendiri bukan oleh visi pimpinannya. Siapapun, pimpinannya jika beliau dapat mengawal dan menyelaraskan semua visi anggota organisasi ke dalam visi organisasi Perguruan Tinggi maka Insya Allah akan tetap berhasil membawa Perguruan Tinggi. Mengakomodasi visi organisasi Perguruan Tinggi ke dalam visi pribadi inilah yang harus dimiliki oleh anggota organisasi sehingga membentuk budaya organisasi dalam diri pelaku-pelakunya. Hal ini tentunya membutuhkan waktu yang lama tidak hanya setahun dua tahun tetapi lebih lama mungkin puluhan tahun. Oleh karena itu dibutuhkan upaya untuk mempercepat dan mempersingkat waktu yang dibutuhkan yaitu dengan menggunakan sistem manajemen mutu. Sistem manajemen mutu, organisasi digerakan dan diarahkan oleh visi organisasi bukan visi pribadi pimpinan. Dengan menjadikan sistem manajemen mutu sebagai landasan sistem manajemen Perguruan Tinggi maka Implementasi Sistem Penjaminan Mutu akan mampu bertahan keberlangsungan dan berkelanjutannya.
Untuk mendukung kebelangsungan dan keberlanjutan sistem penjaminan mutu perguruan tinggi maka sistem manjemen mutu sebagai landasan utamanya perlu dibangun dengan baik dan kuat. Kokohnya bangunan sistem manajemen mutu ini terjadi jika sistem tersebut mampu memetakan proses-proses yang ada dalam organisasi Perguruan Tinggi tersebut dan mengintegrasikan dari intraksi-interaksi proses yang ada dan berjalan di organisasi serta mampu mendokumentasikan proses-proses tersebut dalm blue-print proses Perguruan Tinggi. Blue-print prose’s Perguruan tinggi satu dengan yang lainnya tidak pernah sama, bergantung dari sisi kompleksitas, kerumitan dan kompetensi personil yang ada di Perguruan Tinggi. Berikut ini langkah-langkah bagaimana mengidentifikasi proses-proses yang ada di Perguruan Tinggi dan Menyusun kebutuhan Dokumen yang diperlukan dalam Perguruan Tinggi tersebut.
Identifikasikan proses-proses yang ada.
Identifikasikan apa yang dilakukan sekarang dengan proses-proses tsb.
Identifikasikan dan tentukan interaksi antar proses-proses tersebut, sehingga menjadi bisnisproses perguruan tinggi yang terintegrasi serta saling terkait.
Tentukan persyaratan standar ISO 9001:2000 dalam proses-proses tersebut, jika ada persyaratan yang belum terakomodasi tentukan penanganannya dan penerapannya.
Tentukan proses utama(core processes), proses manajemen, (management processes) dan proses pembantu (supporting processes) dalam business process tsb. Tentukan proses-proses mana saja yang merupakan proses kunci (key process), proses-proses kunci ini nantinya akan berkaitan langsung dengan sasaran mutu yang akan dicapai.
Tentukan prosedur-prosedur yang akan muncul agar memenuhi persyaratan ISO 9001:2008, termasuk 6 (enam) prosedur terdokumentasi yang dipersyaratkan oleh standar.
Identifikasikan dokumen-dokumen yang sudah ada, termasuk form-form, petunjuk kerja, spesifikasi, gambar teknis, dll
Buat tabel atau bagan alir keterkaitan antara proses-klausul terkait-prosedur terkait- petunjuk kerja (jika memungkinkan) dan/atau dokumen lain, lihat persyaratan standard dan kebutuhan internal perguruan tinggi, jika ternyata belum memenuhi atau perlu kebutuhan baru, identifikasikan sebagai kebutuhan dokumen baru.
Tentukan format-format yang akan digunakan untuk setiap level dokumen. Dan metode identifikasi penomorannya. Metode penulisan Dokumentasi SMM, bisa dimulai dari prosedur (dengan catatan bahwa bisnis proses yang ada sudah benar-benar mendekati dan memenuhi persyaratan standar), kemudian diteruskan dengan penulisan petunjuk kerja serta dokumen penunjang termasuk form-form yang diperlukan. Baru terakhir penulisan manual mutu.
Sebelum memulai penulisan dokumentasi SMM, harus sudah tersedia pernyataan kebijakan mutu yang disahkan Pimpinan Perguruan Tinggi serta (paling tidak) draft dari sasaran mutu yang ingin dicapai.
Demikian sekelumit pengalaman langkah-langkah menyusun dokumen sistem manajemen mutu yang mendasarkan pada kondisi dan keadaan yang berjalan dalam organisasi. Untuk menyusun blue-print proses perguruan tinggi lebih baik dilakukan secara bertahap dan bukan sesaat. Semoga tulisan ini bisa menginsiparasi dan memotivasi para pembaca dalam mengim- plementasikan dan mengembangkan sistem penjaminan mutu di masing-masing perguruan tingginya. Namun demikian, semuanya itu perlu disesuaikan dengan kondisi dan potensi sumber daya yang ada. Semoga bermanfaat. (BQST-072009)
From Continuous Improvement to Continuous Innovation
Kita sudah sering dengar dan akrab dengan terminologi “continuous improvement” atau “Kaizen” (dipopulerkan melalui buku yang ditulis oleh Masaaki dengan judul Kaizen: The Key to Japan’s Competitive Success) yang sangat konsekuen diterapkan, khususnya oleh perusahaan- perusahaan Jepang atau yang berbasis filosofi ini.
Continuous improvement (CI) dari konteksnya tentu saja merupakan sebuah proses dan merupakan bagian dari total quality management (TQM), yang sangat populer di era 90-an dalam rangka menuju quality excellence (QE). Sampai kapan pun continuous improvement (CI) diperlukan untuk dapat mempertahankan dan mengembangkan perusahaan.
Apa yang kita pikir terbaik hari ini belum tentu selamanya dianggap terbaik, demikian pula apa yang kita pikir terbaik secara internal merupakan terbaik secara eksternal. Kita tidak boleh cukup puas dengan kondisi “good” ataupun “better” namun harus “the best” karena konsumen akan selalu memilih yang terbaik (the best). Ada dua aspek yang memerlukan CI.
Pertama, produk atau layanan (lebih kuat, lebih ringan, lebih enak, lebih cepat, atau lebih lambat atau lainnya yang berkisar di antara lebih efektif dan/atau lebih efisien serta lebih fleksibel) yang merupakan output dari rangkaian proses konversi dari bahan baku menjadi produk jadi atau siap pakai. Kedua, proses.
Proses pada tingkat produksi maupun pada supply-chain (logistik) secara menyeluruh. Output sebagai hasil CI bukan saja bersifat kuantitatif yang dapat diukur namun juga bersifat kualitatifyangdapatdirasakan. Apa yang menjadi dasar dari CI? Pertama, mengacu kepada permintaan konsumen atau pemakai.
Kedua, mengacu kepada pesaing yang menjadi market leader jika perusahaan kita di tempat atau posisi kedua, ketiga, dan seterusnya, ataupun sebaliknya jika produk kita merupakan market leader, kita dapat mengacu kepada diri sendiri dengan melihat faktor kemampuan internal dan perubahan atau perkembangan yang terjadi di pasar, dan melakukan perbaikan.
Proses itu disebut benchmarking. Beberapa teknik yang biasa diterapkan antara lain brainstorming dan problem solving (antara lain fishb one diagram), yang merupakan peralatan standar dalam quality management. Banyak perusahaan yang enggan melakukan CI, dengan berbagai alasan dan motif.
Pertama, mereka berpikir bahwa untuk melakukan CI memerlukan biaya yang mahal dan belum tentu dapat kembali dalam jangka waktu singkat padahal pada kenyataannya tidak selalu demikian. Mahal mungkin namun menjadi relatif jika CI menghasilkan sebuah breakthrough (terobosan), sebuah inovasi apalagi yang dapat dipatenkan, maka biaya investasi CI akan kembali dalam waktu yang singkat.
Kedua, berpikir bahwa hasil yang dihasilkan CI tidak cukup mengangkat penjualan, dalam pengertian kenaikan penjualan tidak cukup signifikan karena pasar telah jenuh atau secara industri sedang declining, menurun tajam, satu dan lain mungkin karena teknologi telah berubah dari kuno yang serbalambat menjadi modern yang serbacepat, instan, dan kilat.
Ketiga, karena merasa diri sudah menjadi market leader,apalagi jenjang atau gap dengan nomor dua sangat jauh dan mendorong untuk berpikir melakukan CI sebuah kesiasiaan dan pemborosan. Statusquo sering kali menjadi faktor sebuah kemunduran jika dunia sekeliling kita berubah.
Continuous improvement, bukan hanya berupa proses seperti disinggung di atas, tetapi juga menjadi filosofi bahkan harus dijadikan bagian dari budaya perusahaan (corporate culture) yang berlaku dan diterapkan dari mulai tingkat pimpinan tertinggi, sampai tingkat operator di paling bawah atau di garis depan.
Dari uraian di atas maka yang perlu dipikirkan adalah bahwa CI tetap diperlukan bahkan merupakan sebuah keharusan jika kita ingin mempertahankan dan mengembangkan perusahaan dengan cara mempertahankan dan merebut pangsa pasar, namun CI harus lebih ditingkatkan dengan output yang merupakan sebuah inovasi, terobosan.
Walau CI sendiri cenderung bersifat evolusi namun dengan perkembangan teknologi tidaklah mustahil untuk menciptakan revolusi sementara kita melakukan proses CI. Pengetahuan, pelatihan dan teknologi serta budaya perusahaan akan memungkinkan kita memperoleh hasil yang maksimal melalui CI yang kita terapkan. Jangan sampai perusahaan Anda ketinggalan.
DR ELIEZER H HARDJO PH D, CM
Continuous improvement (CI) dari konteksnya tentu saja merupakan sebuah proses dan merupakan bagian dari total quality management (TQM), yang sangat populer di era 90-an dalam rangka menuju quality excellence (QE). Sampai kapan pun continuous improvement (CI) diperlukan untuk dapat mempertahankan dan mengembangkan perusahaan.
Apa yang kita pikir terbaik hari ini belum tentu selamanya dianggap terbaik, demikian pula apa yang kita pikir terbaik secara internal merupakan terbaik secara eksternal. Kita tidak boleh cukup puas dengan kondisi “good” ataupun “better” namun harus “the best” karena konsumen akan selalu memilih yang terbaik (the best). Ada dua aspek yang memerlukan CI.
Pertama, produk atau layanan (lebih kuat, lebih ringan, lebih enak, lebih cepat, atau lebih lambat atau lainnya yang berkisar di antara lebih efektif dan/atau lebih efisien serta lebih fleksibel) yang merupakan output dari rangkaian proses konversi dari bahan baku menjadi produk jadi atau siap pakai. Kedua, proses.
Proses pada tingkat produksi maupun pada supply-chain (logistik) secara menyeluruh. Output sebagai hasil CI bukan saja bersifat kuantitatif yang dapat diukur namun juga bersifat kualitatifyangdapatdirasakan. Apa yang menjadi dasar dari CI? Pertama, mengacu kepada permintaan konsumen atau pemakai.
Kedua, mengacu kepada pesaing yang menjadi market leader jika perusahaan kita di tempat atau posisi kedua, ketiga, dan seterusnya, ataupun sebaliknya jika produk kita merupakan market leader, kita dapat mengacu kepada diri sendiri dengan melihat faktor kemampuan internal dan perubahan atau perkembangan yang terjadi di pasar, dan melakukan perbaikan.
Proses itu disebut benchmarking. Beberapa teknik yang biasa diterapkan antara lain brainstorming dan problem solving (antara lain fishb one diagram), yang merupakan peralatan standar dalam quality management. Banyak perusahaan yang enggan melakukan CI, dengan berbagai alasan dan motif.
Pertama, mereka berpikir bahwa untuk melakukan CI memerlukan biaya yang mahal dan belum tentu dapat kembali dalam jangka waktu singkat padahal pada kenyataannya tidak selalu demikian. Mahal mungkin namun menjadi relatif jika CI menghasilkan sebuah breakthrough (terobosan), sebuah inovasi apalagi yang dapat dipatenkan, maka biaya investasi CI akan kembali dalam waktu yang singkat.
Kedua, berpikir bahwa hasil yang dihasilkan CI tidak cukup mengangkat penjualan, dalam pengertian kenaikan penjualan tidak cukup signifikan karena pasar telah jenuh atau secara industri sedang declining, menurun tajam, satu dan lain mungkin karena teknologi telah berubah dari kuno yang serbalambat menjadi modern yang serbacepat, instan, dan kilat.
Ketiga, karena merasa diri sudah menjadi market leader,apalagi jenjang atau gap dengan nomor dua sangat jauh dan mendorong untuk berpikir melakukan CI sebuah kesiasiaan dan pemborosan. Statusquo sering kali menjadi faktor sebuah kemunduran jika dunia sekeliling kita berubah.
Continuous improvement, bukan hanya berupa proses seperti disinggung di atas, tetapi juga menjadi filosofi bahkan harus dijadikan bagian dari budaya perusahaan (corporate culture) yang berlaku dan diterapkan dari mulai tingkat pimpinan tertinggi, sampai tingkat operator di paling bawah atau di garis depan.
Dari uraian di atas maka yang perlu dipikirkan adalah bahwa CI tetap diperlukan bahkan merupakan sebuah keharusan jika kita ingin mempertahankan dan mengembangkan perusahaan dengan cara mempertahankan dan merebut pangsa pasar, namun CI harus lebih ditingkatkan dengan output yang merupakan sebuah inovasi, terobosan.
Walau CI sendiri cenderung bersifat evolusi namun dengan perkembangan teknologi tidaklah mustahil untuk menciptakan revolusi sementara kita melakukan proses CI. Pengetahuan, pelatihan dan teknologi serta budaya perusahaan akan memungkinkan kita memperoleh hasil yang maksimal melalui CI yang kita terapkan. Jangan sampai perusahaan Anda ketinggalan.
DR ELIEZER H HARDJO PH D, CM
Langganan:
Postingan (Atom)